Makna Sembuh dalam Ruqyah Syar'iyyah

Makna sembuh dalam ruqyah syar'iyah

Ada beberapa kriteria bahwa seseorang dikatakan sembuh, perubahan-perubahan yang bisa dilihat ketika pasien dikatakan sembuh, yaitu:

a. Wajah ceria
b. Ada perubahan psikologi
- Dari pemarah menjadi penyabar
- Dari penakut menjadi berani
- Dari gampang sedih menjadi tidak mudah sedih (normal)
c. Dari riya menjadi ikhlas
d. Dari Sombong/ ujub menjadi tawadhu’
e. Dari putus asa menjadi penuh harap dan optimis
f. Dari perilaku buruk menjadi berperilaku baik
g. Dari ucapan kotor menjadi ucapan baik
h. Dari adanya Syubhat menjadi bertaubat
i. Dari pendendam menjadi mudah memaafkan

Pada intinya makna sembuh bisa dimaknai lebih dalam, yang paling prinsip sebagai berikut:

a. Seseorang mengenal hidayah sunnah setelah tadinya terjerumus bid’ah

b. Mengenal, memahami dan meyakini tauhid yang lurus dari kesyirikan, khurofat dan lain-lain yang merupakan penyakit aqidah.

c. Berubahnya seseorang dari maksiat pada ketaatan.

d. Kembalinya fungsi dan peran kehidupan dirinya yang ideal sebagai hamba Allah misal:

Seorang suami menjadi suami yang sholih.

Istri senjadi istri yang taat, menurut pada suami dan penuh kasih sayang pada anak-anaknya serta menjaga kehormatan.

Manakala 4 prinsip (mungkin bisa lebih) tersebut sudah tercapai meskipun gangguan jin masih ada ditubuhnya maka tetap saja kita katakan sembuh karena hakekat sembuh sesungguhnya adalah sembuhnya amanah dan tanggung jawab penghambaan seorang hamba dihadapan Allah berupa ketaatan keistiqomahan kembalinya tawakal dan hanya berdoa dan memohon pertolongan kepada Allah. Meskipun dirinya masih ada gangguan sihir atau gangguan jin yang lainnya. (Syaikh As Sadhan)

Sebaliknya seseorang juga tidak bisa dikatakan sembuh dari gangguan jin meskipun sudah diruqyah berulangkali dan jin keluar. Akan tetapi tidak ada perubahan signifikan menuju perbaikan psikologi, kepribadian, apalagi tidak ada perubahan ketaatan.

Bisa kita ringkas dengan istilah syar’i-nya sebagai berikut:

a. Dari maksiat menjadi taubat ketaatan

b. Dari nafsu amaro bi su’ menjadi nafsu lawwamah nafsu muthmainah

c. Dari qolbun maridh menjadi qolbun salim.

Sehingga dari sini tugas seorang roqi sesungguhnya sangat besar dan berat serta proses yang cukup panjang. Jadi peruqyah tidak perlu memaksakan pencitraan ruqyah syar'iyah seperti “bim salabim abra kadabra" sembuh langsung dengan meruqyah sekali atau dua kali.

Tugas seorang roqi adalah:

a. Mencari ridho Allah dalam setiap proses ruqyahnya dan bukan mencari ridho makhluk misalnya agar dianggap hebat.

b. Memfasilitasi atau menjadi wasilah, mediator seseorang untuk mendapatkan hidayah dari Allah.

c. Memahamkan kepada masyarakat akan haknya Allah dan meniadakan sama sekali peran dirinya yang mengaku:

“Saya bisa mengeluarkan jin”. “Saya berhasil meruqyah dan mengeluarkan jin” “Saya ....... Saya... dan seterusnya.

Jadi tugas seorang roqi adalah menghilangkan kesan masyarakat bahwa yang hebat adalah roqi - yang bisa timbul kesyirikan.

Seorang roqi harus membersihkan hatinya dari perasaan bisa, ujub, dan merasa benar. Sehingga tidak butuh nasehat atau masukan dan kritikan orang lain.

Ingatlah bahwa semua yang kita lakukan dalam ruqyah syar'iyah dari awal sampai akhir tidak lain karena semata-mata atas taufiq, rahmat dan ridho Allah. Tidak ada Satupun kebaikan Yang ada dan berasal dari diri kita. (Ibnu Qayim Al Jauziyah, Fawaidul Fawaid, hal 30)

Jika setiap roqi pada tataran hati dan pemahaman serta kondisi keimanan yang sama seperti di atas dan mengikuti prinsip-prinsip ulama salafush sholih. Maka Insya Allah sedikit terjadi perpecahan dan akan sangat mungkin bersatu padu.

Saling mengingatkan dengan suasana yang menyejukkan, saling membantu, meringankan beban saudaranya dan sangat tidak menyukai popularitas, suka menyembunyikan amal hanya untuk semata-mata mencari kesempurnaan pahala disisi Allah.

Barakallahu fiikum

Ustadz Arifuddin

Tidak ada komentar